Zahra – Halo Suhu-suhu ijin kan saya berpartisipasi meramaikan acara LKCTP 2024. Tema yang mau ane bawa sebenarnya perkembangan tiap bulan karakter bernama Zahra seperti apa. Namun karena keterbatasan waktu disebutkan ane harus buru-buru menyelesaikan tulisan dan ada beberapa adegan yang gak sempat ane buat detail.
tapi ya namanya juga bersenang-senang,,, ya ane posting aja ya hahahaZahra

mudah2an semua bisa menikmati tulisan ane yang gaje ini.
salam~~~=============== ==================== =

Bagian 1 – Pemeriksaan 1 Bulan – pemeriksaan awal

 

Pagi itu, Zahra, 25 tahun, berdiri di depan cermin kamar tidurnya, mengenakan hijab rapi. Ini adalah hari yang penting bagi dirinya dan Galih, suaminya. Usia kehamilannya memasuki bulan pertama, dan ini akan menjadi pertama kalinya mereka melakukan pemeriksaan ke rumah sakit. Karena pandemi COVID-19, mereka harus lebih berhati-hati. Zahra tahu, kondisi dunia tidak seperti dulu. Ketika orang-orang bisa bebas keluar rumah tanpa rasa khawatir yang berlebihan. Saat ini, semuanya berubah.

“Sudah siap sayang?” Galih muncul dari balik pintu dengan topeng di wajahnya, siap menemani Zahra.

“Sudah,” jawab wanita ini, meski di dalam hati ada kecemasan yang tak bisa dia utarakan. Aku takut. Bukan hanya karena ini adalah pengalaman pertamanya sebagai calon ibu, tapi juga karena pandemi yang membuat segalanya menjadi serba rumit dan menakutkan.

Sesampainya di rumah sakit, protokol ketat langsung menyambut mereka. Di depan pintu masuk, mereka diharuskan mencuci tangan dengan sabun, mengukur suhu tubuh, dan mengenakan masker. Tidak ada yang mengungkapkan. Apalagi Galih, yang berharap bisa menemani wanita ini selama pemeriksaan, harus berhenti di ruang tunggu.

“Maaf Pak. Karena aturan protokol, suami tidak diperbolehkan masuk ke dalam ruang pemeriksaan. IstriMba Zahraakan diperiksa sendirian oleh dokter,” jelas seorang petugas dengan ramah, tapi tegas.

Zahra merasa tegang. Ia ingin Galih ada di sisinya, mendampinginya melalui pemeriksaan ini. Tapi apa boleh dibuat, aturan rumah sakit tidak bisa dilanggar.

Galih mencoba menenangkan istrinya. “Nggak apa-apa, Sayang. Aku tunggu di sini ya. Semua akan baik-baik saja,” ucapnya sambil memegang tangan pacarnya, memberikan kekuatan.

Dengan hati yang berdebar-debar, Zahra masuk ke ruangan pemeriksaan. Ruangan itu bersih dan modern, namun kesan sterilnya membuat Doi semakin merasa terlindungi. Di dalam, sudah ada seorang dokter dan perawat yang menyambutnya. Dokter tersebut memperkenalkan diri sebagai Dr. Evan, dari penampilan berumur 40 tahun, seorang obgyn yang akan menangani kehamilannya.

Zahra Sampai ke tempat DOKTER EVAN

“Selamat pagi, Zahra. Silakan duduk dulu ya,” kata Dr. Evan dengan senyum ramah, meski sebagian wajahnya tertutup masker. Wanita ini hanya mengangguk pelan, merasa sedikit canggung.

Setelah Zahra duduk, Dr. Evan mulai menjelaskan rangkaian pemeriksaan yang akan dilakukan. “Hari ini, kami akan melakukan pemeriksaan urine dan darah dulu untuk memastikan kondisi kesehatan kamu dan janinnya. Setelah itu, kami akan melanjutkan dengan pemeriksaan fisik.”

Zahra mengikuti instruksi dokter dengan tenang. Ia menyerahkan sampel urin dan darah tanpa masalah. Namun, saat pemeriksaan fisik dimulai, si Wanita mulai merasa tidak nyaman. Dr Evan menjelaskan bahwa mereka perlu melakukan pemeriksaan transvaginal untuk memastikan kondisi kantung gestasi, terutama karena usia kehamilan Zahra masih sangat dini.

“Karena protokol COVID-19, kami harus meminimalkan penggunaan alat-alat yang berpotensi menularkan virus. Jadi, selain transvaginal, saya juga akan melakukan pemeriksaan manual menggunakan jari saya,” jelas Dr. Evan sambil menunjukkan sarung tangan medis yang steril.

Zahra mengangguk, meski jantungnya berdebar kencang. Yang membuatnya semakin tidak nyaman adalah fakta bahwa perawat yang mendampingi Dr. Evan juga seorang pria. Dalam situasi normal, dia akan merasa lebih aman jika yang mendampinginya seorang perempuan. Tapi kali ini, masalahnya berbeda. Semua dibatasi oleh protokol kesehatan.

“Maaf ya, Mbak Zahra. Karena protokol, kita juga perlu memeriksa dalam kondisi yang steril, jadi mohon maaf, Mbak harus melepas pakaian untuk pemeriksaan ini,” kata Dr. Evan dengan nada hati-hati.

Zahra Sedikit malu tapi harus mengikuti protokol

Wanita sejenak terdiam. Ia merasa malu, tapi tidak ada pilihan lain. Protokol kesehatan harus diikuti, dan kesehatannya serta janin adalah yang utama. Dengan perlahan, dia melepas pakaian luarnya, meninggalkan hijab dan hanya mengenakan kain medis yang disediakan. Meski ruangan terasa dingin, Wanita merasakan kehangatan yang aneh di wajahnya akibat rasa malu yang muncul. Dia menundukkan kepala, mencoba mengalihkan pikiran dari situasi yang menghadapnya. Si wanitapun duduk di kursi Ginekologi. Kursi yang didesain khusus untuk pemeriksaan kehamilan. Posisinya terlentang namun agak tinggi bagian atas tubuh. Yang membuat wanita malu adalah ia harus membuka lebar-lebar kedua kakinya. Belum pernah ia melihat liang surgawinya kepada siapa pun kecuali kepada suami Galih

Pemeriksaan akan segera di mulai

Pemeriksaan dimulai. Zahra mencoba menenangkan diri sambil mengingat tujuannya datang ke sini: memastikan kehamilan pertamanya berjalan dengan baik. Dr Evan mulai melakukan pemeriksaan manual. Sarung tangan medis dingin yang menyentuh kulitnya membuat Zahra sedikit tersentak, namun ia berusaha tetap tenang. Dr Evan memulai pemeriksaan kembali dengan melakukan palpasi pada perut Zahra. Lalu ia melanjutkan pemeriksaan menggunakan jari untuk memeriksa kondisi leher rahim.

Percakapan saat pemeriksaan

“Tarik napas dalam-dalam ya. Saya akan mulai sekarang,” kata Dr. Evan lembut.

Perasaan tidak nyaman itu tetap ada, tapi Zahra mencoba menyimpannya. Proses ini terbilang memakan waktu lumayan lama, dari yang tadinya Zahra merasa tidak nyaman kelamaan malah merasa nyaman. Gerakan jari Dr. Evan sesekali maju mundur. Jemari tangannya pun kerapkali menyentuh kelentit milik Milik pereumpuan itu. Diam-diam sebetulnya Zahra cukup menikmati.

Setelah itu, Dr. Evan mengumumkan bahwa akan dilakukan pemeriksaan transvaginal. Zahra sudah tahu apa yang akan terjadi, namun tetap saja ketika alat itu mulai dimasukkan, ia mulai merasa gugup lagi.

“Tenang saja, Mba Zahra. Saya akan memeriksa kantung gestasi dan memastikan semuanya berjalan baik,” ujar Dr. Evan dengan nada tenang.

Zahra hanya bisa menarik napas dalam-dalam dan berdoa agar proses ini cepat selesai. Di kepalanya, ia terus berusaha mengalihkan pikirannya pada hal-hal positif—seperti bayangan ketika ia dan Galih akhirnya bisa melihat wajah bayi mereka untuk pertama kalinya.

“Ini adalah kantung gestasi kamu,” Dr. Evan menunjuk layar. “Sudah mulai terbentuk, dan ini pertanda baik. Kondisi janin di dalamnya juga terlihat sehat. Kita tinggal menunggu perkembangan selanjutnya dalam beberapa minggu ke depan.”

Zahra menghela nafas lega, meski rasa malu masih belum hilang sepenuhnya. Tapi mendengar kabar baik dari Dr. Evan membuatnya merasa lebih tenang. Setidaknya, semua yang ia lalui hari ini tidak sia-sia.

Setelah pemeriksaan zahra

Namun sebelum dia mengenakan pakaiannya kembali, perawat pria tadi datang dengan kamera. “Ibu, sebelum berpakaian, kami akan mengambil foto untuk dokumentasi kehamilan,” singkatnya.

Meski awalnya terkejut, Zahra pasrah dan mengangguk. Dia berdiri di depan kamera, tubuhnya yang masih telanjang diabadikan untuk kepentingan dokumentasi medis. Satu hal yang membuatnya sedikit lebih nyaman adalah bahwa ini semua adalah bagian dari proses medis, bukan sesuatu yang harus membuatnya malu.

Setelah pemeriksaan selesai, Zahra mengenakan kembali pakaiannya dan berterima kasih kepada Dr. Evan serta perawat yang mendampinginya. Meski pengalaman ini cukup membuatnya canggung, Zahra bersyukur semuanya berjalan dengan baik.

Part 2 – Pemeriksaan 2 Bulan – Perkenalan dengan koas

Zahra

Foto Zahra kehamilan 2 bulan Pagi itu, Zahra berdiri di depan cermin kamar mandi. Tangannya yang gemetar tiba-tiba menyentuh perut yang masih belum menonjol, tapi di baliknya tumbuh kehidupan baru yang sudah dua bulan bersemayam. Dalam diam, dia memikirkan banyak hal. Ini adalah kehamilan pertamanya, dan meski bahagia, perasaan cemas tak pernah lepas dari hatinya. Perubahan hormonal yang sedang dialaminya pun semakin membuat pikiran bergejolak. Payudaranya yang membengkak dan kerap kali terasa nyeri, frekuensi buang air kecil yang meningkat, hingga peningkatan nafsu seks yang mengganggunya membuat Zahra terkadang merasa bingung dengan tubuhnya sendiri. Di satu sisi, pandemi Covid-19 masih berkecamuk, membuat semuanya menjadi lebih rumit.

Pemeriksaan rutin kehamilan yang seharusnya menjadi momen kebahagiaan malah keguguran dengan ketegangan dan protokol kesehatan yang ketat. Ini adalah pemeriksaan keduanya, dan suaminya, Galih, tidak bisa menemani lagi karena aturan yang ditetapkan rumah sakit. “Sayang, kamu yakin nggak apa-apa?” Galih bertanya sambil menatap istrinya yang sedang bersiap di depan cermin. Pria itu tahu betul betapa sulitnya situasi ini bagi Zahra. Ia ingin sekali menemani istrinya dalam pemeriksaan ini, tapi apa yang bisa terjadi, pandemi membuat segalanya menjadi lebih terbatas. Zahra menoleh, menatap suaminya dengan senyuman lemah. “Insya xxxxx aku bisa, Mas. Udah pemeriksaan kedua, aku udah mulai terbiasa,” jawabnya, meski dalam hati masih ada keraguan. Sebagai wanita berhijab, Zahra selalu menjaga kehormatannya, apalagi terkait aurat.

Zahra gugup di ruang tunggu

Zahra berjalan menuju ruang tunggu sambil mencoba menenangkan dirinya. Meski ini bukan pemeriksaan pertama, tetap saja rasa canggung dan khawatir tidak bisa hilang sepenuhnya. Tak lama setelah menunggu, seorang perawat pria memanggil namanya. “Ibu Zahra, silakan masuk,” katanya dengan suara datar. Zahra berdiri, melangkah masuk ke ruang pemeriksaan dengan hati-hati. Di dalam ruangan, sudah ada Dokter Evan, dokter kandungannya, bersama dua dokter koas pria yang akan mendampinginya hari itu. Zahra sudah pernah bertemu dengan mereka sebelumnya, tapi kali ini dia menyadari bahwa suasana akan lebih formal dan mungkin lebih rumit dengan adanya dua dokter koas tersebut.

“Selamat pagi, mba Zahra. Bagaimana kabarnya hari ini?” sapa Dokter Evan dengan ramah dari balik maskernya.
Zahra tersenyum samar. “Alha xxxxxxxxx, baiklah Dok,” jawabnya pelan.
“Sebelum kita mulai, saya ingin mengingatkan bahwa karena protokol Covid-19, suami mba tidak bisa menemani di sini. Selain itu, pemeriksaan kali ini akan sedikit lebih mendetail, jadi saya minta mba tenang dan mengikuti instruksi kami ya,” kata Dokter Evan, memastikan bahwa Zahra memahami situasi.
Zahra mengangguk pasrah, meski rasa gugup masih tersisa di dalam dirinya. Dia tahu bahwa pemeriksaan ini penting untuk memastikan kondisi janinnya sehat, begitu pikirnya, namun kenyataannya dia harus diperiksa oleh tiga pria, apalagi dalam kondisi tidak mengenakan pakaian, tetap membuatnya merasa tidak nyaman.
Perawat pria yang bertugas kemudian meminta Zahra untuk melepaskan semua pakaiannya. Karena protokol Covid, pemeriksaan harus dilakukan dengan kondisi pasien tidak memakai apa pun agar lebih steril. Zahra merasa sedikit lebih baik dibandingkan pertemuan pertama, karena sekarang dia sudah mulai terbiasa. Namun, tetap saja, ketika tubuhnya telanjang bulat di hadapan dokter dan perawat pria, dia tak bisa menghindari rasa malu yang menyeruak.
Setelah melepas pakaian

zahra

Lanjut lagi ya

“tapi bulan lalu masih masih memakai hijab?”tanya Zahra
“iya mba maaf ya, minggu lalu ada juga bumil berhijab yang kontrol kesini, tapi ternyata ada salah satu nakes kami yang nanganin bumil itu malah jadi positif covid. Demi keamanan kami harus memperketat protokol” begitu penjelasan dokter Evan
Lalu, tibalah saatnya pemeriksaan fisik yang lebih mendetail. Dokter Evan dan dua dokter koas mempersiapkan alat spekulum, yang sering disebut sebagai “congor bebek” karena bentuknya yang menyerupai usia paruh baya bebek.Spekulum ini digunakan untuk membuka dinding vagina, agar dokter dapat melihat leher rahim dan memastikan tidak ada infeksi atau masalah lainnya.
“mba Zahra, sekarang saya akan menggunakan spekulum untuk memeriksa kondisi leher rahim dan memastikan semuanya dalam keadaan baik. ujar Dokter Evan. Zahra hanya bisa mengangguk sambil memejamkan mata, mencoba menenangkan diri.
Spekulum itu dimasukkan dengan hati-hati, namun tetap saja Zahra merasa sedikit tidak nyaman. Dia bisa merasakan alat itu membuka dinding vaginanya, memberikan akses bagi Dokter Evan dan dua dokter koas yang memperhatikan dengan serius. Sambil memeriksa, Dokter Evan menjelaskan kepada para dokter koasnya, memberikan mereka pengetahuan tambahan tentang kondisi serviks dalam kehamilan.
“Lihat, ini kondisi serviks yang normal pada kehamilan dua bulan. Tidak ada tanda-tanda infeksi atau pembengkakan,” jelas Dokter Evan kepada kedua dokter koas. Mereka mendengarkan dengan seksama, sambil sesekali menatap monitor yang menampilkan gambar hasil pemeriksaan.
Setelah pemeriksaan dengan spekulum selesai, tibalah saatnya pemeriksaan dengan metode jari atau pemeriksaan bimanual. “Sekarang saya akan memastikan kondisi rahim dengan tangan untuk posisinya, serta merasakan apakah ada kelainan pada rahim atau ovarium,” jelas Dokter Evan.

Dokter Evan Mulai Adegan nya

Dokter Evan memasukkan dua tusuk ke dalam vagina Zahra, sementara tangan lainnya menekan perut bagian bawah Zahra. Ini adalah pemeriksaan bimanual yang digunakan untuk memeriksa ukuran dan bentuk rahim. Lagi-lagi, sering kali dokter Evan menyentuh kelentit Zahra sesekali. Adapun Gerakan jadi Dokter Evan melengkungkann jari manis dan tengahnya keatas sambal jari jempolnya memijat kelentit Zahra.

“uuhh..” desahan kecil Zahra.

“ohh maaf mba Zahra bilang saja kalau merasa sakit atau tidak nyaman” kata dokter Evan. Zahra hanya bisa menjawab.

Setelah Dokter Evan selesai, dua dokter koas yang mendampingi pun diajak untuk merasakan kondisi rahim Zahra. “kalian berdua juga harus coba ya”

Dalam lubuk hati Zahra ketika ia mendengar ajakan Dokter Evan untuk sama-sama merasakan bagian tubuh paling privat darinya, Zahra merasa deg-deg namun penasaran juga. Apalagi dokter-dokter koas ini masih terbilang muda.

zahra

“baik mba mohon maaf saya dengan Yudi, saya ijin periksa dulu ya mba” tuturnya memperkenalkan diri. Meskipun masih dalam Pendidikan, Yudi Nampak sangat profesional. Yudi memeriksa vagina Zahra sesuai dengan arahan dari dokter Evan. Meski tanpa adanya stimulasi yang diberikan Dokter Evan, ternyata mampu membangkitkan libido juga. Sambil menutup mata Zahra menikmati gerakan-gerakan jari Yudi. Vaginanya pun semakin basah dan licin. Mungkijn lebih licin. Dengan kondisi vaginanya sekarang, apapun bisa masuk ke dalam liang senggamanya.

Zahra Sempat Birahi saat diperiksa

Setelah Yudi selesai. Sekarang giliran dokter ko as selanjutnya. “Mba Zahra perkenalkan saya dengan Kelvin.” Tanpa banyak basa basi Kelvin langsung memasukan tikungan ke bagian dalam tubuh Zahra. Berbeda dengan Yudi, Kelvin menyatakan tahu kalau Zahra sedang birahi. Gerakan tangan Kelvin bagaikan sedang memainkan Vagina Zahra. Ia melakukan Gerakan masuk keluar seperti piston yang sangat lambat. Kelvin pun kerap kali mencubit lembut labia cantik milik Zahra.

Posisi Zahra yang tadinya rileks sekarang agak tegang. Posisi kaki yang dibuka selebar-lebarnya sekarang dalam keadaan dihimpit. Zahra pun menutup mulut dengan kedua tanganya, menghalangi suara kenikmatan yang keluar dari tenggorokan calon ibu mulia yang rajin beribadah ini.

Satu demi satu, mereka bergantian meraba perut dan vaginanya, sementara Dokter Evan terus memberikan penjelasan. Tidak membiarkan Kelvin terus menerus bermain dengan kerrang bulu akhirnya Dokter Evan mengambil sebuah kesimpulan “Rahim dalam keadaan baik, dan pada tahap ini kita sudah bisa merasakan sedikit perubahan ukuran.” Suasana pun mulia mencair lagi dan Zahra Kembali ke posisi mengangkang seperti semula.

Setelah pemeriksaan bimanual selesai, tiba waktunya untuk USG transvaginal. Alat USG ini dimasukkan ke dalam vagina untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang kantung gestasi di dalam rahim. Pada usia kehamilan dua bulan, detak jantung janin biasanya sudah bisa terdengar, dan ini adalah momen yang paling dinantikan oleh Zahra.

Dokter Evan dengan hati-hati memasukkan alat USG transvaginal dan mulai memeriksa. Dengan kondisi vagina yang sudah basah, alat USG transvaginal itu dengan mudah masuk ke goa lembab Zahra. Di layar monitor, terlihat kantung gestasi yang sudah terbentuk dengan jelas. “Ini dia, mba Zahra. Kita sudah bisa melihat kantung gestasinya, dan… dengar, ini detak jantung janinnya,” kata Dokter Evan dengan senyum di balik maskernya.

Hasil USG yang bikin jantung hampir copot

Suara detak jantung itu terdengar jelas melalui alat USG, dan Zahra tak bisa menahan rasa haru yang tiba-tiba meluap. Air mata mulai mengalir dari sudut matanya, meski bibir tertutup masker, senyumannya terlihat jelas dari sorot matanya. Ini adalah bukti nyata bahwa kehidupan yang ada di dalam rahimnya sedang tumbuh dengan sehat.

Setelah USG selesai, Zahra diberikan waktu untuk beristirahat sejenak. Namun sebelum dia mengenakan pakaiannya kembali, perawat pria tadi datang dengan kamera. “Ibu, sebelum berpakaian, kami akan mengambil foto untuk dokumentasi kehamilan,” singkatnya.

Zahra pasrah dan mengangguk. Dia berdiri di depan kamera, tubuhnya yang masih telanjang diabadikan untuk kepentingan dokumentasi medis. Satu hal yang membuatnya sedikit lebih nyaman adalah bahwa ini semua adalah bagian dari proses medis, bukan sesuatu yang harus membuatnya malu atau malahan, saat ini Zahra merasa naik libidonya.

Setelah semua selesai, Zahra akhirnya bisa berpakaian kembali. Dokter Evan dan kedua dokter koas memberikan kesimpulan bahwa detak jantung janin dalam keadaan normal, dan Zahra sehat serta tidak ada tanda-tanda komplikasi.

Dengan hati yang lebih tenang, Zahra keluar dari ruang pemeriksaan dan kembali menemui Galih yang sudah menunggunya dengan cemas. Meski hari ini penuh dengan ketidaknyamanan, Zahra bersyukur karena semuanya berjalan lancar, dan dia tahu bahwa perjalanan menjadi seorang ibu baru saja dimulai.

Part 3 – Pemeriksaan 3 Bulan – Zahra Cuek, Dokter Berani

Foto Zahra hamil 3 bulan

Di pagi hari yang cerah di tengah masa pandemi Covid-19, Zahra sedang berdiri di depan cermin kamar tidurnya. Dia memperhatikan bayangan tubuhnya yang mulai berubah, kedalaman yang perlahan membesar menandakan kehamilan yang sudah memasuki bulan ketiga. Meski bahagia, perubahan hormonal yang dialaminya membuatnya merasa sedikit tak nyaman. Payudaranya membengkak, frekuensi buang air kecilnya meningkat, dan nafsu seksnya melonjak, hal yang jarang dirasakannya sebelum hamil. Belakangan, Zahra juga mulai mengalami keputihan yang berbeda dari biasanya—keputihan yang berwarna kuning dan berbau amis. Ini menambah kekhawatirannya, terutama karena keputihan tersebut disertai dengan rasa gatal dan iritasi pada area vaginanya.
Mereka sudah tiga kali datang ke rumah sakit ini, dan meskipun protokol Covid-19 ketat, Zahra merasa nyaman dengan sistem yang diterapkan.
“Mas, aku siap berangkat,” Zahra memanggil Galih yang sedang berada di ruang tamu. Dengan pakaian hijabnya yang rapi dan penuh kesopanan, Zahra tampak anggun meski kedalamannya sudah mulai terlihat.
Galih, seperti biasa, menyambut dengan senyuman hangat dan menatap istrinya penuh kasih. “Baik, Sayang. Ayo, kita jalan. Jangan lupa berdoa ya, biar semuanya lancar,” ucapnya seraya membuka pintu. Sebelum keluar rumah, mereka selalu meluangkan waktu sebentar untuk berdoa bersama, memohon agar segala urusan dimudahkan oleh xxxxx. Bagi Zahra, rajin beribadah dan selalu berdoa menjadi bagian dari kesehariannya, terutama dalam kondisi mengandung.
Di dalam mobil, perjalanan menuju rumah sakit terasa tenang.

zahra

“Nanti kabari Mas kalau udah selesai ya, Sayang. Mas bakal tunggu di parkiran,” kata Galih lembut.
Zahra hanya tersenyum, meski ada sedikit rasa rindu karena ia berharap Galih bisa berada di sisinya sepanjang pemeriksaan. Namun, dia sudah terbiasa dengan situasi ini dan berusaha untuk tidak mengeluh. “Iya, Mas. Insya xxxxx semuanya lancar,” jawabnya singkat.

Kejadian selanjutnya Zahra

Di ruang tunggu, Zahra mempersiapkan dirinya. Meskipun sudah menjadi kunjungan ketiganya, dia tetap merasakan sedikit kegugupan, apalagi mengingat perubahan-perubahan fisik yang dirasakannya akhir-akhir ini. Namun, Zahra mencoba tenang dan menguatkan diri. Dia tahu bahwa pemeriksaan ini penting untuk kesehatan dirinya dan janinnya.
Tak lama kemudian, seorang perawat pria memanggil namanya, “Ibu Zahra, silakan masuk.”
Zahra berdiri dan mengikuti perawat itu menuju ruang periksa. Ketika masuk, dia disambut oleh Dokter Evan, dokter obgyn yang sudah menanganinya sejak awal kehamilannya. Dokter Evan didampingi oleh dua dokter koas pria bernama Yudi dan Kelvin, yang hari itu bertugas membantu dan belajar dari pemeriksaan yang dilakukan oleh Dokter Evan.
“Selamat pagi, mba Zahra. Bagaimana kabarnya hari ini?” tanya Dokter Evan dengan nada ramah, sambil menatap Zahra dari balik maskernya.
“Alha xxxxxxxxx baik, Dok,” jawab Zahra dengan senyum kecil.
“Kami akan melanjutkan pemeriksaan seperti biasa ya, mba. Hari ini kami akan memastikan beberapa pemeriksaan tambahan untuk semua baik-baik saja, termasuk tes untuk keputihan yang mba Zahra alami. Jangan khawatir, ini semua untuk kebaikan mba dan bayi yang sedang dikandung,” jelas Dokter Evan sambil menyiapkan alat-alat medis di sekitarnya.

 

Penjelasan yang buat zahra tenang

Zahra mengangguk, merasa sedikit lebih tenang karena dokter memberikan penjelasan yang jelas dan tenang. Tanpa diminta, Zahra sudah terbiasa dengan prosedur pemeriksaan di masa pandemi ini. Dia langsung melepas pakaiannya sendiri dengan tenang dan menempatkannya di tempat yang sudah disediakan. Meskipun masih ada sedikit rasa malu, Zahra tidak lagi setegang dulu. Kini dia merasa lebih nyaman dan tahu bahwa ini adalah bagian dari proses medis.
Perawat pria yang mendampingi kemudian menghampiri Zahra dengan perlengkapan cukur. “Untuk mempermudah pemeriksaan, kami akan mengukur rambut di area vagina Ibu ya,” katanya dengan tenang.
Zahra hanya mengangguk pasrah. Perasaan malu yang dulu sering menghantui kini sudah berkurang, karena dia tahu semua ini demi kepentingan medis. Dengan telaten, perawat mengukur rambut vaginanya, sementara Dokter Evan dan kedua dokter koas menunggu dengan sabar.
Setelah itu, pemeriksaan pertama yang dilakukan adalah tes urin. “Ibu, saya akan meminta mba untuk menampung sedikit urin, untuk memeriksa kadar protein dan memastikan tidak ada infeksi,” ujar Dokter Evan sambil menyerahkan wadah kecil. Zahra yang sudah terbiasa dengan proses ini langsung mengambil wadah tersebut dan dengan tenang menampung urinnya di tempat yang sudah disiapkan, tanpa malu-malu lagi seperti dulu.

Zahra kembali ke untuk pemeriksaan

Setelah itu, Zahra kembali ke ranjang pemeriksaan, di mana Dokter Evan bersama Yudi dan Kelvin bersiap melakukan pemeriksaan fisik. “Kita akan mulai dengan pemeriksaan payudara, karena mba melaporkan ada perubahan bentuk dan ukuran. Ini hal yang normal dalam kehamilan, tapi kita harus memastikan semuanya dalam kondisi baik,” jelas Dokter Evan.

Zahra yang berbaring dengan tenang membiarkan ketiga dokter tersebut memeriksa payudaranya. Dokter Evan memulai pemeriksaan dengan meraba perlahan untuk memastikan tidak ada benjolan atau kelainan lainnya. Setelah itu, dia memanggil dokter koas untuk belajar bagaimana melakukan pemeriksaan yang benar. Yudi dan Kelvin bergantian memeriksa payudara Zahra, mendengarkan dengan penuh perhatian dari Dokter Evan. Meski ada sedikit rasa canggung, Zahra berusaha rileks, mengingat ini adalah bagian dari prosedur medis yang penting.

“Payudara mbanya normal dan sehat. Perubahan ini memang wajar pada trimester pertama, karena tubuh sedang mempersiapkan diri untuk menyusui,” kata Dokter Evan setelah pemeriksaan selesai.

Selanjutnya tibalah saatnya pemeriksaan dengan spekulum atau yang biasa disebut “congor bebek”. Alat ini akan digunakan untuk memeriksa kondisi serviks , serta untuk mengambil sampel cairan keputihan yang akan diuji lebih lanjut. cewek yang telah mengalami perubahan keputihan, merasa lega karena akhirnya pemeriksaan ini dilakukan.

Zahra menghela nafas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Ketika spekulum dimasukkan, dia merasakan sedikit ketidaknyamanan, tapi dia tetap tenang. Dokter Evan kemudian memulai pemeriksaan dengan teliti, mengambil sampel keputihan untuk dilakukan tes laboratorium. “Kami akan melakukan tes pap smear juga untuk memastikan tidak ada infeksi atau kondisi yang lebih serius,” kata Dokter Evan.

Dokter Evan pertama-tama melakukan USG transvaginal. perempuan berbaring dengan tenang saat alat USG dimasukkan ke dalam vaginanya. Pada layar monitor, kantung gestasi, embrio, serta pengukuran jantung janin terlihat jelas. Detak jantung janin yang teratur memberikan kepastian bahwa bayinya dalam kondisi sehat.

Hasil USHG mbak Zahra

Setelah USG transvaginal, Wanita itu diminta duduk sebentar sebelum melakukan USG perut. “Mulai usia 10 minggu, USG perut bisa memberikan gambaran yang lebih detail tentang perkembangan janin,” jelas Dokter Evan sambil mengoleskan gel di perut Zahra.

Setelah mengoleskan gel di perut Zahra, Dokter Evan mulai menggerakkan alat USG di seluruh perut bagian bawahnya. Gambar janin yang tampak lebih jelas mulai muncul di layar monitor, dan Dokter Evan dengan cermat menjelaskan kepada cewek perkembangan yang terjadi pada bayinya. Yudi dan Kelvin memperhatikan dengan penuh perhatian, belajar dari setiap langkah yang dilakukan oleh dokter senior mereka.

“Lihat ini, mba,” kata Dokter Evan sambil menunjuk layar. “Janinnya sudah lebih besar dibandingkan pemeriksaan sebelumnya. Organ-organ awal seperti jantung dan otak mulai terlihat berkembang dengan baik. Detak jantungnya juga normal, sekitar 150 kali per menit, yang merupakan pertanda baik untuk usia kehamilan ini.”

Wanita menghela napas lega. Mendengar detak jantung bayinya dan melihat gambaran janin yang berkembang membuat hati dipenuhi rasa syukur. Meskipun tubuhnya mengalami banyak perubahan yang membuatnya sedikit cemas, setiap kali dia menjalani pemeriksaan seperti ini, rasa khawatirnya berkurang.

Setelah USG selesai, Dokter Evan mencetak gambar hasil USG tersebut dan menyerahkannya kepada Wanita. “Ini untuk kenang-kenangan ya, mba. mba bisa simpan ini sebagai dokumentasi kehamilan. Bayi mba sehat dan normal, jadi tidak perlu khawatir,” ujarnya dengan senyum meyakinkan.

Zahra udah mulai tenang dan percaya sama dokter

Wanita menerima hasil USG tersebut dengan senyum yang lebar. “Terima kasih, Dokter,” katanya lembut. Saat itu, semua rasa malu dan canggung yang pernah dia rasakan selama pemeriksaan tampak hilang. Dia merasa nyaman dan aman di tangan Dokter Evan dan tim, meskipun semua petugas medis di ruangan itu adalah laki-laki. Wanita tahu bahwa mereka hanya ingin memastikan kesehatannya dan bayinya.

Namun, sebelum mengenakan pakaiannya kembali, Dokter Evan menjelaskan satu hal lagi. “mba, selain pemeriksaan yang sudah kita lakukan, ada satu tes lagi yang perlu kita waspadai, yaitu tes screening awal untuk kelainan genetik. Pada usia kehamilan ini, kita bisa melakukan tes darah yang disebut Non-Invasive Prenatal Test (NIPT) untuk mendeteksi kemungkinan adanya kelainan genetik seperti sindrom Down, sindrom Edwards, dan sindrom Patau. Apakah mba dan suami tertarik untuk melakukan tes ini?”

Wanita berpikir sejenak. Meskipun dia dan Galih belum pernah membicarakan soal tes genetik ini sebelumnya, dia merasa bahwa ini mungkin keputusan yang bijak, mengingat pentingnya deteksi kelainan sejak dini. “Saya rasa sebaiknya saya diskusikan dulu dengan suami, Dok,” jawab wanita itu dengan hati-hati.

“Baiklah, Bu. Tidak ada paksaan. Jika mba dan suami memutuskan untuk melakukan tes, kita bisa menjadwalkan kunjungan berikutnya,” kata Dokter Evan sambil mencatat hasil pemeriksaan di berkas wanita tersebut.

Sebelum wanita mengenakan kembali pakaiannya, perawat pria yang mendampingi Dokter Evan menghampirinya. “mba, sebelum mba berpakaian, apakah mba berkenan untuk difoto terlebih dahulu untuk mendokumentasikan kehamilan?”

“Yah, nanti kita bicarakan di rumah, ya. Yang penting sekarang, kamu jaga kesehatan, Sayang. Mas bakal selalu ada buat kamu,” ucap Galih sambil merangkul dengan penuh cinta.

Mau enak enak, tanpa resiko ??
Kliks disini

 


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *