Nikmat Menjadi Suami Pinjaman Orang
Mengapa tulisan ini saya buka dengan kalimat seperti itu? Karena cerita saya berikut ini sangat berkaitan dengan kalimat pertama di tulisan ini. Saya tidak ingat hari dan tanggalnya, tetapi saya ingat bahwa hari itu saya melintasi Jalan Iskandar Muda, atau lebih dikenal dengan sebutan Arteri Pondok Indah, Jakarta. Pagi itu lalu lintasnya lebih padat dari hari-hari biasa. Saya merasa begitu, karena setiap hari ini adalah rute menuju kantor saya.

Kira-kira 30 meteran di sebelah kiri depan saya terlihat orang berkerumun. Saya menduga ada pengendara sepeda motor yang mengalami kecelakaan. Namun, tidak terlihat di sekitar situ ada sepeda motor yang tergeletak atau bekas tertabrak. Karena arus maju perlahan, kemudian saya melihat seorang laki-laki duduk tersandar, wajahnya pucat dan sedang dikipasi.
Melihat itu, saya langsung meminggirkan mobil dan memarkir di tempat kosong. Segera saya datangi orang yang tersandar tadi. Saya menduga dia terkena serangan jantung.
“Mas, taruh pil ini di bawah lidah, jangan ditelan, dan nafasnya agak panjang,” kata saya.
Dia menurut perintahku …
dan 10 menit kemudian sepertinya dia sudah agak pulih, lalu duduk sambil bersila. Keringatnya deras bercucuran. Nafasnya masih terengah-engah.
“Mas, kondisi ini tidak boleh mengendarai motor dulu,” kata saya sambil membantu dia menitipkan sepeda motor di salah satu toko. Oleh pemiliknya, dia mau dititipi motor sementara.
Saya tidak lupa menanyakan nama dan nomor teleponnya, lalu saya masukkan ke HP saya.
“Mas, mari saya bantu untuk ke rumah sakit terdekat, si mas ini dalam bahaya besar, bisa-bisa game over kalau tidak mendapat bantuan segera,” kata saya.
“Mau dibawa ke rumah sakit mana, Pak?” kata seorang wanita yang dari tadi tidak mengkhawatirkan saya.
“Mbak ini siapa?” tanya saya.
“Saya istrinya Pak,” katanya.
Sial, saya belum terlalu tua, malah mungkin sebaya dengan suaminya, udah dipanggil Pak. Mungkin karena pakaian kantor saya yang rapi dilengkapi dengan jas, jadi dia memanggil saya Pak, mungkin sebagai penghormatan.
“Kebetulan ini mbak bisa meredam suami ke rumah sakit?” kataku.
Si mas, korban serangan jantung tadi, duduk di depan dan istrinya duduk di belakang
Si mas, korban serangan jantung tadi, duduk di depan dan istrinya duduk di belakang. Wajahnya masih pucat, kendaraan aku arahkan ke rumah sakit terdekat. Aku langsung membawanya ke instalasi gawat darurat. Istrinya kuminta menunggu. Kepada dokter di situ, saya menjelaskan bahwa pasien ini kemungkinan terkena serangan jantung. Perawat langsung memasang masker oksigen.
Setelah aku memarkir mobil, istrinya langsung menyambutku dan dia mengajakku menemui dokter. Menurut dokter, pasien terkena serangan jantung, diduga ada penyempitan atau penyumbatan di jantungnya. Dia menyarankan agar pasien jangan pulang, tetapi perlu diperiksa lebih teliti dengan berbagai peralatan. Kami rujuk ke dokter spesialis jantung.
Tidak lama menunggu, saya ikut masuk ke ruang praktik. Kesimpulan sementara dokter jantung, si pasien memerlukan penanganan serius, dan sebaiknya langsung rawat inap, karena kondisinya cukup kritis. Saya langsung menyetujui dia dirawat di dalam dan menjalani beberapa pemeriksaan untuk memastikan sumber gangguan di jantungnya. Dokter jantung untuk sementara melihat kemungkinan pasien perlu memasang ring di pembuluh jantungnya.
Iseng saja aku bertanya, “Berapa biaya pemasangan satu ring?”
Kata dokter, menyebut satu angka yang jumlahnya ratusan juta rupiah. Mendengar hal itu, istrinya tercengang. Ganti dia pula yang wajahnya pucat. Aku tenang saja.
Suster mendorong kursi roda yang diduduki si mas tadi menuju kamar kelas 1 …
karena memang hanya itu yang ada. Setelah dia dibaringkan dan dipasang selang oksigen, dan suster keluar kamar, baru aku berkenalan. Orang yang kutolong itu, sambil berterima kasih, memperkenalkan nama Ranu, dan dia memperkenalkan istrinya, Irma.
Ah, baru kusadari, ternyata istrinya juga cantik. “Pak, kami gak sanggup bayar biaya rumah sakit ini, kenapa Bapak langsung setuju saja suami saya dirawat di sini? Duit dari mana?” kata istrinya langsung menyerangku.
Aku tersenyum saja. “Emang si mas gak punya asuransi?”
“Ah, asuransi boro boro pak. Hidup aja pas-pasan,” kata Irma.
“Ya sudah, tenang sajalah. Nanti saya carikan bantuan. Untuk sementara saya sudah gesek kartu kredit untuk jaminan deposit,” kataku.
“Terus pak, kalau memang harus dipasang ring kata dokter tadi, mana mungkin kami punya duit segitu banyak? Biayanya kok mahal banget ya, Pak?” kata istrinya sambil matanya berkacakaca.
“Ah, itu belum tentu. Dokter tadi kan hanya mengira-ngira berdasarkan pengalaman dia berlatih, tapi setelah pemeriksaan nanti, belum tentu harus pasang ring. Tapi kalau pun perlu pasang ring, saya punya kontak dokter ahli jantung dan pembuluh darah yang banyak membantu orang yang akan mengoperasikan jantung, akhirnya tidak perlu beroperasi,” kataku tenang.
“Sudah lah, Mas Ranu istirahat dulu. Kalau Mbak Irma bisa menemani, ya temani dulu. Tapi kalau mau ditinggal menyelesaikan urusan, silakan saja. Nanti sore saya kembali, ini kartu nama saja,” kataku.
Aku agak kesiangan tiba di kantor. Kebetulan aku memang tidak memiliki jam kerja
karena perusahaan itu memang milikku sendiri. Setiba di kantor, saya langsung memanggil rapat kepala-kepala bagian untuk mengupdate proyek-proyek. Sekitar setengah jam rapat selesai dan aku pun tenggelam pada berbagai penyelesaian pekerjaan.
HP-ku bergetar, nomornya tidak aku kenal.
“Pak, Bapak jadi ke rumah sakit? Jam berapa Bapak datang?” kata suara merdu di seerang sana. Ah, ini pasti suara Irma, istri Ranu yang tadi pagi aku tolong.
“Sekitar jam 5 nanti saya mampir, Mbak. Gimana keadaan suami Mbak?” tanyaku.
Dia menjawab, “Dia tidur, Pak. Kelihatannya sih gak apa-apa.”
Mungkin mas Ranu perlu tinggal di rumah sakit sampai 3 hari untuk menyelesaikan berbagai pemeriksaan. “Yah, sabar aja Mbak, dan gak usah mikirin biaya, ada aja kok yang bantu,” kata saya.
Wajah Ranu masih agak pucat ketika aku mengunjungi. Kami ngobrol sebentar dan aku menenangkan kekuatirannya, baik kuatir mengenai penyakit, maupun kuatir mengenai biaya.
Hari ketiga, saya bertemu dengan dokter yang merawat Ranu sebelum menjenguk ke kamar perawatan Ranu. Menurut dokter, kondisi jantung Ranu kurang baik, sehingga memang perlu dipasang satu ring. Selain itu, dia menderita hipertensi atau darah tinggi, dan gula darahnya cukup tinggi.
Saya minta pasien bisa rawat jalan, sehingga hari ini bisa meninggalkan rumah sakit. Di kamar, kudapati Ranu didampingi istrinya. Wajah istrinya agak murung, dan Ranu sendiri matanya menerawang kosong.
“Sudahlah, jangan dibawa sedih, semua yang ada kalau kita berusaha. Saya sudah bicara dengan dokter, dan hari ini boleh pulang,” kataku.
Kedua wajah mereka langsung gembira …
“Gimana tadi kata dokter tentang penyakit saya, Pak?” tanya Ranu penuh antusias.
“Ya, keadaan kesehatan Bapak kurang baik. Gula darah cukup tinggi, tekanan darah juga tinggi, dan menurut dokter, jantungnya perlu dipasang ring,” kataku tenang. “Tidak perlu risau, saya sudah mencari bantuan dan mudah-mudahan bisa dapat. Saya pikir, jangan terlalu khawatir soal biaya, yang perlu ada semangat untuk kembali sehat,” kataku.
Cerita singkatnya, saya akhirnya diundang ke rumah mereka, yang letaknya agak jauh di pinggiran Jakarta. Wilayahnya bukan lagi Jakarta, tetapi sudah Provinsi Banten. Rumah mereka sederhana dan rapi, saya duga ukurannya sekitar 36m².
Mereka hidup hanya berdua, karena di usia 35, Ranu dan 26 tahun Irma, mereka sudah 5 tahun berumah tangga, belum dikaruniai momongan. Kami akhirnya akrab, dan saya sudah menemukan dokter yang bisa menjelaskan Ranu tanpa perlu pasang ring, semua biaya saya tanggung.
Aku sebenarnya tidak punya pamrih apa-apa, kecuali murni hanya membantu saja. Bagiku, biaya bantuan yang dikeluarkan untuk mereka tidak terlalu mengganggu arus kas pribadiku. Enteng-enteng saja.
Gula darahnya mulai agak terkontrol, meski masih cenderung tinggi, tekanan darahnya juga sudah normal, tetapi semua kebiasaan lama, seperti olahraga bulu tangkis di lingkungannya, lari pagi, aku suruh stop sama sekali. Olahraga hanya jalan pagi saja setengah jam.
Kami sudah seperti saudara, sampai akhirnya dia kurekrut menjadi pegawaiku …
Nah, lama-lama istri si Ranu tampil makin cantik. Pintar juga Ranu, dulu cari istri bisa dapat yang cantik begitu, mana nurut banget sama suami. Namun saya bertanya dalam hati, apa Ranu bisa memenuhi kebutuhan seks istrinya, karena di umurnya yang relatif muda dia sudah terkena diabetes.
Setahuku, orang terkena diabetes kemampuan seksnya lemah, kalaupun bisa berhubungan, ketegangan tititnya tidak sempurna. Persoalan berikutnya adalah apakah karena itu, mereka belum juga mendapat anak.
Meski Irma, istri Ranu, cantik, tetapi saya tidak berani menggoda atau membayangkan macam-macam. Apalagi dia sudah menjadi pegawaiku.
Suatu hari, aku mengundang mereka berdua, katanya merayakan ulang tahun perkawinan yang ke-enam. Mereka mengundangku di sebuah restoran di hotel yang cukup terkenal. Saya pikir mereka mengundang banyak kolega, tetapi ternyata setelah beberapa lama kami duduk bersama, tidak ada lagi yang datang.
“Kami memang tidak mengundang siapa pun kecuali Bapak,” kata Ranu.
“Pak, ada yang ingin kami sampaikan, selain ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya yang menyelamatkan nyawa saya,” kata Ranu.
“Begini, Pak. Kami berdua sudah lama menginginkan anak, tetapi setelah 6 tahun ini usaha kami tidak membuahkan hasil, karena menurut pemeriksaan dokter, sperma saya ternyata lemah, Pak,” kata Ranu.
Saya lalu menyarankan untuk mengadopsi …
karena biasanya keluarga yang gagal mempunyai anak kandung, masih bisa menerima anak adopsi.
“Itu sudah kami pikirkan, tapi kami merasa anak itu, bukan atau bukan darah daging dari saya atau istri saya,” kata Ranu.
“O, kalian mau ikut program bayi tabung toh?”
“Tidak bisa pak, kami sudah konsultasi ke dokter, sperma saya terlalu lemah,” kata Ranu.
“Terus rencana kalian bagaimana?” tanyaku penuh tanda tanya.
“Itulah, Pak. Kami ingin berkonsultasi dengan Bapak. Kami sebenarnya tidak enak dan kesan saya agak kurang terbuka, tetapi setelah kami berdua diskusi, akhirnya kami terpaksa akan sampaikan kepada Bapak. Apa pun risikonya, kami sudah siap, Pak. Bapak kami anggap sudah seperti saudara. Mudah-mudahan kami bisa ditolong,” kata Ranu.
Aku terus terang tidak bisa menduga kemana arah permohonan mereka, sehingga aku jadi makin penasaran. “Bagaimana saya bisa membantu?” tanyaku.
“Kami mengharapkan benih dari Bapak untuk dibuahi oleh indung telur istri saya,” kata Ranu terus terang.
Maksudnya, program bayi tabung dengan mempertemukan sperma saya dengan telur Irma? tanyaku makin penasaran.
“Bukan, Pak,” kata Irma kali ini angkat bicara.
Aku teringat sejenak dan langsung membayangkan aku melakukan hubungan badan dengan Irma untuk dia mendapatkan anak. “Jadi maksud kalian bagaimana?” tanyaku penasaran.
“Maaf Pak, saya sudah bersepakat dengan Irma, dan kalau Bapak tidak keberatan, saya sebagai suami Irma ikhlas mengijinkan istri saya dibuahi oleh Bapak secara langsung,” kata Ranu. Irma tidak berani menatap matanya, dia tertunduk.
“Apa benar begitu, Irma?” tanyaku menegaskan.
Irma hanya menangguk.
Aku terhenyak dan menyandarkan badanku ke sandaran kursi …
“Mengapa kalian memilih saya?” tanyaku.
“Pertama, Bapak orangnya sangat baik dan suka menolong tanpa pamrih. Kedua, Bapak hidup membujang sampai usia 40 tahun, sehingga bagi kami tidak merasa merebut atau merusak rumah tangga lain, dan ketiga, jika berhasil kami mempunyai anak yang masih darah daging dari Irma, “kata Ranu tanpa ragu menyampaikan kata per kata.
Kelihatan rencana mereka sudah matang sekali mereka dirembukkan.
“Pak, tanpa mengurangi rasa hormat, apakah Bapak bersedia membantu kami lagi?” kata Ranu.
Selain mata Ranu memandangku, Irma juga menatap. Sulit dan malu aku begitu saja langsung menerima, tetapi aku berbohong pada diriku sendiri, jika tidak tertarik pada Irma. Dia adalah wanita yang ideal, meski payudaranya tidak tergolong toge, tapi cukup monjol. Dia juga memiliki pinggang yang ramping, bokong yang rada menonjol, dan yang aku paling suka selain mukanya ayu, putih, rambut lurus sebahu.
“Selanjutnya bagaimana rencana kalian?” kataku tanpa menyatakan menerima dan akan membantu mereka.
“Kami sudah pesan kamar di hotel ini, kalau Bapak tidak keberatan dan mau membantu kami, kita bertiga naik ke kamar. Besok kan hari libur,” kata Ranu.
“Kalian ini memang keluarga yang aneh, dan kau Ranu, kau adalah laki-laki yang paling aneh karena memperbolehkan istrimu ditiduri laki-laki lain,” kataku.
“Bapak juga laki-laki aneh, sudah cukup mapan, tapi kenapa tidak berumah tangga juga? Apalagi yang kurang, Pak, semua Bapak sudah punya, kecuali pendamping hidup,” kata Irma.
Batinku berkecamuk, antara mau menerima tawaran dengan rasa gengsi yang cenderung menolak …
Jika aku menerima begitu saja, kayaknya kok terlihat sangat bernafsu rendah, tetapi jika aku tolak, bisa jadi dia akan mencari laki-laki lain.
Ah, sayang juga kesempatan ini disiasiakan.
“Apakah kalian sudah benar-benar mantap dengan keputusan itu, dan kalau boleh tahu, ada berapa calon yang sudah bersaing untuk menjalankan tugas seperti yang kalian tawarkan?” tanyaku mengulur waktu untuk berpikir.
“Terus terang, Pak, calonnya yang kami bicarakan berdua hanya Bapak. Kami tidak berpikir mencari calon lain,” kata si Ranu.
“Sepertinya tawaran kalian itu menarik juga, tapi kalau kelak tidak terjadi pembuahan, bagaimana?” tanyaku.
“Yah, itu risiko yang kami pikirkan, dan kami juga berharap Bapak legowo jika nanti Irma melahirkan, maka anak itu adalah anak kami. Bapak boleh saja bertemu dan dekat dengan anak itu nanti, tetapi statusnya tetap anak kandung kami. Apa Bapak setuju?” kata Ranu.
Hal ini malah belum terpikirkan, karena otakku hanya membayangkan rasa nikmat menggumuli Irma …
Saya pikir permintaan mereka wajar, dan tidak ada masalah. Lucu juga, aku belum menikah tetapi punya anak kandung yang dalam pengasuhanku.
“Baik, persyaratan itu bisa saya terima,” kataku.
“Oke Pak, kita naik ke atas, saya sudah buka kamar,” kata Ranu.
Kami naik ke atas. Suasana di dalam lift terasa canggung. Kami diam saja sampai pintu lift terbuka.
Saya masih belum tahu skenario apa yang mereka persiapkan. Sejauh ini, aku pasrah saja dan penasaran melihat penampilan Irma yang pasti mengundang minat lelaki mana pun. Ranu memesan kamar suite, sehingga terasa lega, karena ada ruang tamu dan ruang tidur yang terpisah. Kami bertiga duduk di sofa ruang tamu.
“Pak, mohon maaf, saya tinggal Bapak dengan Irma,” kata Ranu lalu bangkit menuju pintu dan keluar begitu saja. Pasti berkecamuk juga dalam hatinya mendapati kenyataan istrinya ditiduri oleh laki-laki lain. Itu sebabnya dia berusaha cepat beralih. Aku sempat berdiri sebentar, tapi tidak sempat mengejar Ranu, karena dia sudah buru-buru menutup pintu.
Irma terlihat agak canggung antara aku dan aku. Untuk mencairkan suasana, saya mengajak dia duduk di sebelahku sambil menonton TV.
“Ini benar, kamu nggak keberatan, atau karena paksaan suamimu?” tanyaku sambil menggenggam tangannya, lalu kugenggam tangannya.
“Ini malah ide saya sebenarnya, karena Mas Ranu selain bibitnya lemah, dia juga lemah dalam hal hubungan,” kata Irma.
“Ide kamu maksudnya bagaimana?” tanyaku.
“Ya, aku kan biasa Pak, dan pasti juga punya keinginan, sedangkan Mas Ranu baru nempel aja udah muncrat. Aku kadang-kadang keceplosan karena kesel bilang, ‘Udah Mas, kita pisah aja deh, daripada aku selingkuh,’” kata Irma .
“Rupanya, ceplosan saya itu jadi bahan renungan Mas Ranu cukup lama, sampai suatu hari dia menawari solusi tanpa harus bercerai. Mas Ranu ingin diurus saya seumur hidup,” katanya begitu. “Saya juga tidak tega ninggalin dia dalam keadaan begitu,” kata Irma.
Kutarik kepalanya menyandar di bahuku, dia melemah dan aku merasa seperti dia menangis …
Pasti dia juga mengalami perang batin yang hebat. Kubelai rambutnya sambil pelan-pelan kutengadahkan wajahnya. Benar juga, air matanya meleleh. Kucium pipinya, dia melemas saja.
Lalu keningnya ku kecup, badannya semakin melemah, periahan lahan kedua mulut kami bertemu. Awalnya Irma tidak bereaksi ketika ulasan saya kecup. Tapi tidak lama kemudian dia mulai memberi respon, ikut menjulurkan lidahnya masuk ke dalam mulutku. Nafasnya makin cepat, badannya kupeluk erat erat dan perlahan lahan kurebahkan di sofa,tanganku meremas payudaranya dari luar baju. lrma mulai melenguh menandakan birahinya mulai bangkit. Kubopong tubuhnya ke arah tempat tidur dan kuletakkan perlahan lahan. Irma sudah pasrah, tetapi dia tidak berani mulai melucuti bajunya sendiri. Aku membuka baju dan celanaku hingga hanya tinggal celana dalam. Lalu kupeluk lrma dan kubalikkan sehingga posisi kami lrma menindihku. Dengan posisi ini aku lebih muda melucuti bajunya. Sementara itu lrma menciumi leher dan dadaku yang agak berbulu. Irma sangat membantu ketika bajunya kulucuti semua sampai celana dalamnya pun sudah lepas dari kedua kakinya.
Sempurna sekali istri Ranu …
badannya berwarna putih berisi dan bentuknya masih bagus karena pinggangnya belum melar. Payudaranya masih tegak dan diselangkangannya tumbuh bulu yang tidak terlalu lebat. Kubisikkan ke lrma untuk cuci cuci dulu di kamar mandi. Gendong, katanya manja. Aku sudah membuka celana dalam sehingga kami berdua sudah bugil. Irma memelukku dari depan dan kakinya dilingkarkan ke pinggangku. Aku berjalan ke kamar mandi sambil menggendong lrma. Di kamar mandi kami mandi dengan pancuran dan saling menyabuni, batangku yang sudah mengeras berkali-kali dikocok kocok. Aku berusaha sekuat tenaga agar tidak muncrat. Setelah mengeringkan badan dengan handuk lrma kembali kugendong kali ini dia kugendong belakang. Periahan lahan tubuhnya kurebahkan ke tempat tidur lalu ku bertumpukan dan menciumi wajah nya. Lama kami saling berciuman mulut dengan mulut.
Sementara itu selesai sudah menjalar sampai ke bagian Mekinya. Terasa berlendir di sana. Kedua puting susunya aku kecup dan kenyot sampai lrma menggelinjang. Putingnya masih kecil, karena lrma belum pernah hamil. Meski putingnya kecil, tetapi tegak tumbuh, sehingga nikmat sekali dijilat dengan sapuan lidah. Periahan lahan ciumanku merambat ke bawah dengan mampir sebentar menjilati pusarnya.. Aku terus ke bawah dan kakinya yg sudah kukangkangkan. Ketika lidahku mulai menjilati gundukan Mekinya, kepalaku ditahan oleh kedua tangan Irma. Mas jangan kesitu aku malu, katanya. Apa kamu belum pernah begini, tanyaku. lrma menggeleng. Pantas saja lrma kecewa, karena pengetahuan Ranu mengenal mencumbui perempuan masih minim.
Aku menarik kedua tangan Irma yang sebenarnya sudah agak melemas …
apalagi ketiga ujung lidahku memasuki bagian Mekinya. Dia terkejut ketika ujung klitorisnya terkena sapuan lidahku. Bukan itu saja dia melenguh tanpa dia sadari. Lidahku merasa ada bagian yang mengekang. Aku menghindari lidahku mengenai ujung klitorisnya, karena dia akan merasa geli dan ngilu. Bagian yang memaksa tadi semakin membesar sehingga jika terlihat agak menonjol. Pada titik ini aku yakin Irma sudah sangat terangsang. Mulailah ujung lidahku menjilati ujung klitorisnya. Irma merintih dan mengeelinjang gak karuan. Aku berusah menahan gerakannya agar jilatanku tetap fokus. lrma makin keras merintih lalu terdiam sejenak. Tiba tiba tangannya menekan kepalaku agar lebih rapat ke Mekinya dan kedua kakinya menjepit. Irma seperti setengah berteriak melepaskan hasratnya.
Semua hal itu diluar kesadarannya, karena dorongan rasa nikmat yang mengakibatkan irma mengekspresikannya dengan lenguhan setengah berteriak. Mulutku masih belepotan lendir, tetapi ketika kusergap mulut lrma dengan ganasnya melumat bibirku. Badannya seperti kejang dengan ritme tertentu mengikuti ritme orgasmenya. Setelah reda dari deraan rasa nikmat, kulepas ciuman dimulutnya. lrma mengatakan cumbuanku maut sekali sampai dia merasakan seluruh badannya lemas. Irma kembali kuecup dengan variasi permainan lidah, sementara itu jariku sudah masuk ke dalam liang vaginanya yang sudah sengat berlendir. Kuusahakan mencari Gspotnya dengan sentuhan halus jari tengahku, setelah aku merasa dipasang, kuusahakan jariku ikut masuk. Meski agak susah tapi akhirnya berhasil jug . Sementara dua jariku berada di liangnya, aku duduk di antara kadua kakinya.
Jariku kedua mengcok vagina lrma dengan mengangkat angkat …
Irma kembali mendesah dan tak lama kemudiaan dia berteriak bahwa dia kebelet pipis dan rasanya gak bisa ditahan. Lepas aja lr kataku. lrma mengalami orgasme dahsyat sampai dari lubang kencinya cairan muncrat agak kental mengenai dadaku. Gelombang orgasmenya cukup lama, mungkin sekitar 8 kali denyut nadi sampai akhirnya hilang. Aduh pak rasanya nikmat banget dan lemes banget, yang muncrat tadi apaan ya kencing ya, maaf ya aku gak bisa tahan, katanya. Tangannya kubimbing ke dadaku yang masih ada cairan ejakulasinya.

lho kok kental juga kaya sperma, kata lrma. Dia mengaku belum pernah mengalami hal seperti ini. Aku diam disana dan perlahan lahan mengambil posisi menindih dan mengarahkan penisku memasuki liang vagiannya. Terasa agak susah. lrma berkali-kali memintaku perlahan lahan karena rasanya agak sakit. Bapak punya kayaknya lebih besar daripunya Mas Ranu katanya. Aku menuruti keinginannya dan perlahanlahan penisku yang sebenarnya tidak terlalu besar hanya 15 cm dan keras seperti kayu menenggelamkan seluruhnya ke dalam Mekinya. Aduh pak rasanya Mekiku penuh banget dan mentok ya, begitu komentarnya. Aku mulai mengayuh perlahan lahan sambil mencari posisi yang dia suka. Biasanya wanita yang baru saja mengalami orgasme maka untuk mencapal orgasme berikutnya sangat mudah, sebelum aku mencapai orgasme lrma sudah mendahului sampai dia minta aku berhenti dulu, karena katanya badannya sudah lemes banget. Tetapi aku tidak perduli karena aku rasanya juga hampir sampai.
Aku menggenjotnya semakin cepat dan gerakanku seperti senada dengan rintihan irma …
Pwnisku kubenamkan sedalam dalamnya dan kulepaskan spermaku dengan rasa sangat nikmat. Sementara itu aku merasa Meki Irma juga berdenyt denyut menandakan dia menapai orgasme lagi. Aduh pak rasanya nikmat sekali disiram cairan anget, jangan ditarik dulu ya pak biar masuk semua, aku ikut serta saja kemauannya sambil aku menahan berat badanku agar tidak terlalu berat Irma tertindih. Kami bertahan sekitar 10 menit dalam keadaan seperti itu sampai penisku mulai mengembang lagi. Pelan pelan kupompa penisku keluar masuk, sampai akhirnya cukup keras, tapi belum keras sempurna. lrma menyeimbangkan gerakanku dengan memutar pinggulnya. Aku merasa lelah sejak tadi berpartisipasi aktif. Kubalikkan posisi sehingga lrma sekarang menindihku.
Mulanya dia tengkurap di atas tubuhku, tetapi akhirnya dia duduki kOntolku karena dengan begitu dia merasa leluasa mengontrol gerakan. KONtolku terasa seperti diremas remas ketika Irma melakukan gerakan maju mundur. Vagina Irma tergolong vagina yang nikmat disetubuhi sehingga rasa cengkeram di kOntolku nikmat sekali. lrma ambruk setelah mendapat orgasme. Dia mengatakan lemas sekali badannya. Kuminta dia tidur tengkurap dan menaikkan bagian pinggulnya. Kemaluannya kusodok dari belakang. Terasa nikmat sekali cengkraman vagina lrma ketika perlahan lahan kubenamkan kOntolku.
Dengan posisi dogy style lrma merintih kembali
kerena sodokan dari belakang ini menyundul nyundul Gspotnya. Dia mencapai orgasme lagi lalu abruk. Aku telentangkan badannya dan kembali kukuyuh dengan gerakan yang cepat. Aku ingin segera menyudahi pertempuran ini karena aku juga sudah lelah. Aku tidak peduli dengan posisi nikmat lrma, aku mencari posisiku yang nikmat agar segera orgasme. Genjotanku makin cepat, eh ternyata lrma suka. Kasari aku Pak, kasar. rintihnya.
Aku pun mengikuti keinginannya dengan melakukan gerakan cepat dan kasar menabrak nabrakkan kedua jenis kelamin kami. Orgasmeku sudah semakin dekat, tapi Irma sudah merintih orgasme. Mendengar rintihan itu aku semakin terangsang sehingga akupun mencapai ejakulasi dengan kembali sedalam dalamnya membenamkan kOntolku. lrma kembali aku lumat di bibir dan dia merespons dengan ganas. Ini adalah rahasiaku memuaskan wanita. Sebab perempuan jika mencapai orgasme suka dikecup. M alias rasa dirinya yang disayangi pasangannya. lrma tidak kuat berlama lama dia langsung tertidur. Aku bangkit ke kamar mandi membersihkan diriku dan sekeluarnya membawa handuk basah yang hangat.
Meki lrma yang sudah penuh dengan spermaku sampai meleleh keluar aku membersihkan…
Irma tidak kuat membuka matanya. Dia tertidur pulas ketika Mekinya aku bersihkan. Badannya masih telanjang aku tutupi dengan selimut tebal. Irma sudah mendengiur halus. Aku ikut masuk ke dalam selimutnya juga dalam keadaan telanjang. Mungkin kurang dari 5 menit aku pun sudah tertidur. Aku tersadar bangun ketika merasa kOntolku digenggam. Dari celah kordin kulihat sinar matahari mulai terang. lrma sudah kembali bernafsu dan kubiarkan saja sampai akhirnya dia mengulum kOntolku. Pertahananku tentu saja kuat karena tadi malam sudah dua kali aku nyembur. Kami sekali lagi dan ketika mandi saat berendam di air panas kOntolku kembali bangun. Irma langsung duduk dipangkuanku dengan sebelumnya memasukkan kOntolku kami bermain di dalam bathtub, rasanya Meki lrma agak seret.
Aku konsentrasi untuk bisa segera keluar. Bener juga tidak lama kami bermain, saya berhasil mengeluarkan spermaku meski hanya sedikit. Rasanya Irma belum nyampe. Sejak permainanku pertama, untuk selanjutnya aku selalu diundang ke rumah mereka. Aku tidur dengan lrma sementara Ranu tidur sendiri di kamar lain. Saya kasihan juga melihat penderitaan Ranu. Ketika masalah ini aku singgung dalam diskusi kami.
Ranu menyatakan, jika aku yang meniduri istrinya dia sama sekali tidak keberatan
Karena Ranu merasa berhutang nyawa denganku. Kadangkala, sebelum nafsuku bangkit, Irma sudah menelponku untuk menginap di rumahnya. Sesungguhnya nafsu lrma cukup besar. Hanya saja dia sulit menahan hasrat seksnya saat suaminya tidak mampu. Bapak, saya ikhlas lahir batin, Bapak itu sudah seperti saudara kandung saya sendiri, bahkan saya kadang kadang merasa, sepantasnya menjadi suami Irma, kata Ranu.
Kalau soal yang lain saya bisa mengerti, tapi kalau saya menjadi suami lrma, rasanya saya tidak tega memelihara perasaan seperti itu, kataku. Masalah seperti ini pernah kami diskusikan bersama Irma. Tidak sulit menggeser lrma untuk menjadi miliknya. Namun hati kami sama sama merasa tidak tega terhadap Ranu. Sekitar 6 bulan aku berusaha membuahi lrma akhirnya mulai menunjukkan hasil. Hasil pemeriksaan Irma positif hamil. Meski dalam keadaan hamil, keinginan lrma tidak surut. Kami tidak berhenti berhubungan sampai menjelang kelahiran anaknya ketika usia kandungannya sudah hampir 9 bulan. Bagi yang belum pernah, rasa menyetubuhi wanita hamil muda itu rasanya nikmat sekali. Mekinya terasa lebih mencengkeram. Aku bersama Ranu menunggu proses melahirkan lrma di rumah sakit. Anaknya berhasil lahir secara normal. Ketika aku diajak masuk ke ruang pengiriman oleh Ranu aku menolak. Nggak enak rasanya, meski itu benihku.
Biarkanlah Ranu mewujudkan keinginannya menjadi ayah…
Anak yang lahir laki laki. Selama masa nifas tentu saja aku haru berusaha menahan diri. Setelah 40 hari undangan dari lrma agak sulit aku tolak. Aku terus menjalin hubungan dengan lrma dan Ranu semakin akrab. Aku menyarankan lrma agar tidak hamil lagi dalam waktu dekat. Paling tidak perlu waktu selama 18 bulan. Dia menuruti dengan memasang spiral. Setelah setahun setengah spiral dilepas dan tidak sampai sebulan lrma langsung hamil lagi, kami menerapkan cara mendapatkan anak perempuan. Upaya kami menghasilkan hasil, karena anak keduanya memang lahir perempuan. Ranu bukan main girangnya melihat anaknya sudah berpasangan. Sejak anak kedua lahir aku agak jarang mengunjungi keluarga Ranu, karena selain aku lelah mengurus kedua anaknya, aku pun sudah menemukan tambatan baru dan mengawininya. Demikianlah Kisah Seru Nikmat Menjadi Suami Pinjaman Orang.
Leave a Reply